Transformasi Budaya di Pedesaan


“Warisan kita berbicara tentang akar bangsa kita.” “Simpan warisan itu dari kerusakan, karena itu adalah aset paling berharga.” “Banggalah dengan warisan kebudayaan yang kita miliki, karena ada banyak hal yang ditawarkan.”

Transformasi budaya adalah proses perubahan budaya. Transformasi budaya saat ini dipercepat dengan adanya proses globalisasi, yang mana globalisasi merupakan suatu gejala perkembangan kebudayaan internasional yang memasuki dan mengikutsertakan masyarakat diberbagai belahan bumi ini dengan kebudayaan dunia tersebut. Sayangnya, kebudayaan internasional itu sangat didominasi oleh kebudayaan-kebudayaan negara-negara maju saat ini yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi atau yang kita kenal dengan istilah IPTEK, terlebih khusus negara-negara industri. Hal ini dikarenakan negara-negara tersebut menguasai informasi di berbagai belahan dunia karena dibantu oleh penguasaan teknologi informasi, teknologi komunikasi, dan teknologi transportasi.
Sifat kebudayaan global ini sangatlah komplek, dan wujudnya tidak sepenuhnya sama dengan negara asalnya, tetapi merupakan ramuan dari berbagai unsur kebudayaan negara-negara industri. Ramuan itu akhirnya menjelma menjadi "bahasa" yang berlaku dalam tata pergaulan internasional dalam berbagai bidang. Ferdinand de Saussure menggunakan istilah "langue" untuk menyebut kebudayaan global ini. Lalu penduniaan budaya itu menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti, ekonomi, politik, kesenian, susastra, filsafat, adat, agama, pendidikan, teknologi, dan sebagainya.

Di negara kita sendiri (Indonesia) dapat dilihat terdiri dari tiga lapisan budaya yaitu kebudayaan daerah/lokal/suku bangsa, kebudayaan nasional, dan kebudayaan internasional/global, yang mana dua lapisan terakhir ini sangat mendominasi institusi kenegaraan dan kehidupan ekonomi serta politik internasional sehingga dalam kebudayaan kita sangat mudah terkena atau dipengaruhi oleh proses globalisasi. Dengan masuknya budaya global ini, maka terjadilah berbagai benturan, persaingan, dan penyesuaian kebudayaan global itu dengan kebudayaan lokal dan nasional, atau sebaliknya. Dalam proses perubahan itulah kita sebut "Transformasi Budaya" dalam skala besar karena mencakup segala aspek dalam kehidupan.

Masuknya arus globalisasi dalam masyarakat kita bisa melalui berbagai cara. Setidaknya ada tiga jalur yang dengan mudah membawa kebudayaan global ke dalam masyarakat kita, yaitu televisi, industri, dan perdagangan dengan menggunakan sebuah alat yang canggih yang kita sebut dengan istilah teknologi.

Televisi masuk langsung ke dalam rumah penduduk dengan membawa berbagai macam kebudayaan global, misalnya film. Semakin banyaknya film asing yang mengalami pengalihan bahasa ke dalam bahasa daerah (dubbing), maka proses ini akan semakin lancar dan intensif, perhatikan saja film-film korea, jepang, dan film-film barat yang sudah di-dubbing. Dan di satu sisi masyarakat kita menjadi terbuka terhadap kebudayaan global saat ini, sedang pihak yang lain belum siap menghadapi dampak dari apa yang ditayangkan dalam siaran-siaran televisi. Kemudain Industrialisasi dan Iptek hadir dalam penanaman modal, kehadirannya sangat jelas menyajikan banyak aspek kebudayaan asing seperti, teknologi dan manusianya sendiri dengan seluruh perilakunya, sistem manajemen, dan benda-benda asing yang dibawa oleh industri yang bersangkutan. Lalu dampak perkembangan perdagangan dalam masyarakat kita, khususnya di kalangan kelas menengah, perdagangan global melibatkan kelas menengah Indonesia langsung pada kebudayaan Global. Gejala-gejala tersebut merebak ke wilayah kecil atau pedesaan dengan televisi dan industri yang seluruh wacana (discourse) perdagangannya menggunakan wacana perdagangan global. 

Dengan demikian, desa sedang mengalami proses transformasi budaya yang kecepatannya tergantung dari intensitas masuknya kebudayaan global ke dalam desa. Lalu dengan masuknya internet ke kota kecil dan desa, arus informasi dari berbagai penjuru masuk tanpa batas dan sangat susah untuk dibendung, sehingga masyarakat desa dituntut untuk mampu melakukan komunikasi antarbudaya di dalam suatu situasi perubahan sosial budaya. Bagi desa yang belum siap terhadap tranformasi tersebut akan berdampak dengan munculnya 'sikap yang tidak ramah' terhadap kebudayaan luar dan sikap menutup diri, atau dapat juga berwujud pengambilalihan dan peniruan secara serta-merta. Dan bagi desa yang siap, maka terjadi suatu proses adaptasi (penyesuaian) yang kemudian menghasilkan bentuk kebudayaan yang merupakan ciptaan baru sama sekali, disinilah terjadi proses transformasi sosial budaya. Sikap yang menginginkan perubahan dalam suatu masyarakat didasari oleh modernitas yang kiblatnya saat ini adalah kebudayaan barat, sehingga kebudayaan kita saat ini merupakan hasil transformasi dari kebudayaan barat. Dampaknya terhadap anak muda atau para generasi penerus kita, tidak lagi bangga terhadap kebudayaan sendiri, tapi mereka lebih bangga dan meng-agung-kan kebudayaan yang dikonsumsi dari barat. Lebih jauh, hal ini akan menyebabkan kita kehilangan identitas kita sebagai negara yang memiliki budaya, bahasa, dan suku bangsa yang beragam.

Oleh karena itu, hal utama yang harus kita lakukan untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan yang kita miliki adalah menanamkan rasa cinta terhadap kebudayaan kita ke dalam diri anak muda, baik dalam tindak tutur maupun tindak laku, sehingga mereka bangga dengan identitas yang dimilikinya. Dan untuk jatuh terhadap sesuatu, tentunya kita harus mengenalnya terlebih dahulu, maka disinilah letak peranan pendidikan, yang mana dalam pendidikan kita seharusnya menerapkan pendidikan budaya lokal sejak dini untuk anak-anak agar kelak mereka bisa tumbuh dan berkembang dalam ruang lingkup kebudayaannya sendiri dan mampu mengikuti perkembangan zaman tanpa harus menghilangkan identitas kebudayaan yang kita miliki. Hal ini dikarenakan, transformasi sosial budaya itu tidak hanya terjadi karena adanya paksaan dari luar diri, tetapi juga bisa terjadi karena keinginan dari dalam diri kita sendiri. Batas antara kedua hal tersebut tidak jelas, seringkali terjadinya secara bersamaan, sehingga pembaharuan bisa saja terjadi karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh individu-individu yang bersangkutan. Apabila transformasi terjadi karena keinginan dari dalam diri, maka perubahan tersebut merupakan sesuatu yang diinginkan oleh yang bersangkutan. Jadi, perubahan dalam hal ini bukan merupakan hal yang dengan sengaja diinginkan agar sekedar terjadi modifikasi atas keadaan yang sudah mapan. Perubahan bertolak dari kebutuhan dalam masyarakat tersebut, yang kemudian berkembnag menjadi keinginan dan kebutuhan yang menyebabkan berbagai keinginan-keinginan itu dasarnya berbeda-beda. Dengan menggunakan kacamata Barnett, maka keinginan itu disebabkan oleh tiga alasan yaitu pertimbangan kreatif, pertimbangan melepaskan diri atau menghindarkan diri dari keadaan yang tidak menyenangkan, dan pertimbangan bahwa keadaan yang berlaku tidak memberikan sesuatu yang bernilai yang dapat dihitung secara kuantitatif.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saya dan Seorang Penari

Filsafat Sebagai Metodologi Berfikir

Black Magic (Kisah Almarhumah mama)