Ahli Bahasa atau Language Collector?
Sebelum belajar bahasa, hal pertama yang harus dilakukan
adalah menentukan tujuan. Dalam belajar bahasa, terdapat 2 tujuan yaitu pertama
untuk jadi ahli bahasa dan kedua saya menyebutnya dengan istilah language
collector.
Jika tujuannya hanya untuk jadi language collector, maka
pemahaman kita tentang bahasa hanya sebatas pada pengertian bahwa bahasa itu
sebagai alat komunikasi, atau bahasa adalah suatu sistem bunyi yang memiliki
makna dan sifatnya berubah-ubah sesuai dengan kesepakatan penggunanya. Language
collector hanya sekedar belajar berbicara dan menghafal pola urutan kalimat S +
V + O, S + V + O + Adv, O + V + S, dan seterusnya, maka batas bahasanya hanya
sebatas mempelajari pola-pola yang kaku dan terstruktur.
Di era saat ini, sedang marak-maraknya language collector
karena tuntutan zaman katanya dan para pemiliki modal melihat hal ini sebagai
peluang bisnis sehingga tercipta kapitalisasi bahasa ditandai dengan lahirnya
beberapa Lembaga-lembaga kursusan pembelajaran bahasa yang hanya mementingkan
modal atau keuntungan dengan mengabaikan sisi pendidikannya. Dalam kasus ini,
budaya dalam Pendidikan mengalami pergeseran fungsi, yang tadinya sebagai wadah
transfer ilmu dan pengetahuan, beralih ke transaksi bisnis. Para peserta didik
masuk kelas bukan lagi untuk belajar, melainkan hanya karena telah membayar
mahal.
Bagi ahli bahasa, bahasa tidak hanya sebatas alat
komunikasi, interaksi, atau sistem bunyi. Tapi, bahasa melingkupi seluruh kehidupan
di dunia, bahkan mungkin menjadi titik awal dan akhir manusia. Kehidupan
manusia diawali oleh bahasa, yaitu “kun fayakun”. Dalam ijab Kabul juga diawali
oleh bahasa, sehingga dalam hal ini, manusia telah hidup di bawah belas kasih
bahasa cinta dan bahasa Tuhannya.
Bahasa juga merupakan identitas diri, seperti bahasa Bugis,
Jawa, Mandar, dan lain-lain. Bahasa juga membentuk ideologi sosial, sehingga
dalam kehidupan manusia terjadi pergulatan beberapa ideologi. Misalnya iklan
rokok “rokok membunuhmu”. Hal ini adalah pergulatan ekonomi antara perusahan
farmasi barat dengan perusahan rokok. Wacana rokok membunuhmu bisa diyakini
sebagai kebenarannya oleh masyarakat umum tergantung dari kekuasaan pada
masanya. Dan karena perusahaan farmasi barat memiliki kemajuan yang begitu
pesat dibidang sains dan berbagai bukti-bukti empiriknya disbanding perusahaan
rokok, maka rokok membunuhmu menjadi sebuah pengetahuan tunggal dalam
masyarakat. Contoh lainnya dalam iklan-iklan, dikatakan bahwa perempuan yang
cantik adalah yang berkulit putih, langsing, berambut panjang, dan lain-lain,
hingga menjadi sebuah pedoman umum tentang kriteria kecantikan dan yang tidak
masuk dalam kriteria tersebut dibuat menderita dan tersiksa oleh tubuhnya
setiap kali mereka bangun dari tidurnya. Dalam hal ini, Bahasa adalah senjata,
yang mana pengetahuan tersebut ditentukan oleh kekuasaan pada masanya.
Batas bahasa seseorang adalah batas dunianya.
Ahli bahasa melihat bahasa dalam kacamata yang lebih luas
dibandingkan language collector. Bagi ahli bahasa, bahasa adalah kunci segala
sesuatu, sehingga dengan mempelajari bahasa berarti belajar tentang hidup. Aku
berbahasa, maka akua da.
Dan memang benar bahwa untuk meruntuhkan sebuah
bangsa/negara, maka hancurkan pemudanya. Tapi jika ingin lebih daripada itu,
maka hancurkan bahasanya.
Di dalam tubuh bahasa terdapat Rahman dan Rahim Tuhan, di
sisi lain juga terdapat senjata para iblis. Di dalam diri manusia terdapat
bahasa, maka belajar bahasa juga merupakan belajar tentang konsep diri. Maka
barangsiapa yang mengenal bahasanya akan mengenal dirinya.
Seorang ahli bahasa tidak mesti mampu berbicara dalam
beberapa bahasa, dan orang yang mampu berbicara dalam beberapa bahasa belum
tentu ahli bahasa. Sehingga guru bahasa yang merupakan ahli bahasa akan
mengajar lebih luas tentang hidup disamping belajar berbicara menghafal
pola-pola.
Komentar
Posting Komentar